Sabtu, 17 Januari 2009

Mereka..

Syahrir Lantoni (Wartawan) : Guru saya menjadi wartawan. sikapnya yang pantang menyerah selalu teringat.
Arbab Paproeka (Lawyer & Anggota DPR-RI) : Guru saya menjalani hidup. Arbab mengajarkan banyak hal dan selalu bisa menjadi malaikat bagi saya & teman-teman sampai hari ini.
Izharry Agusjaya Moenzir (Wartawan): Orang yang mengajarkan pentingnya memikirkan masa depan wartawan


Minggu, 08 Juli 2007

Kenal dulu...

Lahir di kota Anging Mammiri Tahun 1972, adrenalin saya menjadi wartawan muncul pertama kali di kampus Universitas Haluoleo Sulawesi Tenggara. Nama-nama seperti Jumwal Saleh, Rustam dan Djufri Rachim adalah para pejuang tabloid kampus waktu itu, sekitar tahun 1992. Kami harus bolak balik ke Makassar hanya untuk mencetak Tabloid saat itu di percetakan sebuah koran.

Di tahun 1995, masuk ke Harian Media Kita di kota Kendari yang saat itu sudah menjadi Grup Harian Jawa Pos. Selepas dari Media Kita, dengan bantuan beberapa orang teman dekat, Arbab Paproeka & Baso Sumange Rellung dan Syahrir Lantoni kami mendirikan Tabloid Pro Demokrasi. Tabloid itu adalah yang pertama berdiri di Sulawesi Tenggara pasca dihapuskannya SIUPP. Jadi Redpel ala Naga Bonar, begitulah kira-kira..tapi di media itulah saya sempat merasakan 2 (dua) kali menjadi tersangka oleh mereka yang masih merasa punya nama baik. Pertama oleh oleh DPRD Prov. Sulawesi Tenggara dan kedua oleh Kajati Sultra yang saat itu dijabat oleh Soemarsono.

Penyebabnya adalah cover Tabloid Pro Demokrasi yang masing-masing berjudul DPRD : Dewan Penipu Rakyat Daerah & Kejaksaan Gombal. Dua kasus itu berhenti begitu saja, meski saya sempat diperiksa di Polwil (saat itu) Sultra dan didatangi oleh Kajati.

Di saat yang sama pula kami mendirikan kepengurusan AJI Kendari, Syahrir Lantoni sebagai Ketua dan saya sebagai Sekretaris.

Hijrah dari kota Kendari di tahun 1998, saya nyangkut di Radio Trijaya FM Jakarta. Orang pertama yang saya temui di sana adalah Izharry Agusjaya Moenzir. Katanya waktu itu, dia tidak bisa membantu saya kalau saya tidak membantu diri saya untuk lolos psikotest. Saya kemudian bekerja di Trijaya, meski beberapa tahun kemudian Bang Iz-begitu kami memanggil News Director Trijaya FM itu-buka kartu kalau hasil psikotest tidak menyarankan saya diterima. Tapi dia yakin itu salah. Saya kemudian berkesempatan menjadi jurnalis radio dengan tugas peliputan Kepolisian.

Tahun 2005 membawa saya ke Bandung untuk menangani News STV Bandung.